Salah
satu aspek terpenting dalam perencanaan wilayah adalah aspek kependudukan.
Aspek kependudukan berpengaruh dalam merencanakan kebutuhan fasilitas maupun
utilitas karena didalam merencanakan kebutuhan akan fasilitas maupun utilitas
didasarkan pada jumlah penduduk yang bermukim dalam wilayah perencanaan.
Data mengenai penduduk disusun
berdasarkan buku Laporan Desa, Monografi Desa dan Potensi Desa yang dihimpun
dari kelurahan (sebagai unit-unit wilayah administratif terkecil) yang termasuk
dalam wilayah perencanaan.
Hal-hal penting yang perlu diketahui
dalam aspek kependudukan adalah ; jumlah dan perkembangan penduduk, kepadatan
penduduk, komposisi penduduk dan karakteristik penduduk.
Penduduk merupakan
salah satu modal pembangunan
suatu daerah. Pada Tahun
2014, jumlah penduduk Kota
Pekalongan berjumlah 293.704 jiwa,
terdiri dari 146.863 jiwa
penduduk laki-laki dan 146.841 jiwa penduduk perempuan. Persebaran
penduduk pada 4 wilayah
kecamatan yaitu di
Kec. Pekalongan Barat 31,35
persen, di Kec. Pekalongan
Utara 26,77 persen, di
Kec. Pekalongan Timur21,88
persen dan di
Kec. Pekalongan Selatan 20,00 persen.
Berdasarkan sex
ratio, yaitu perbandingan antara
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Pekalongan hampir sama,
yaitu 100,01 persen, artinya antara
jumlah penduduk perempuan dan penduduk laki-laki populasinya
hampir sama banyaknya. Di
Kec. Pekalongan Barat dan Kec.
Pekalongan Selatan, jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak dibanding perempuan. Keadaan yang
sebaliknya, di Pekalongan
Utara dan di Pekalongan Timur, jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dibanding laki-laki.
Laju Pertumbuhan
Penduduk (LPP) Kota Pekalongan
periode tahun 2014 sebesar
1,01 persenmeningkat dibandingkan
tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 1,00
persen. Angka ini menunjukkan adanya
percepatan pertumbuhan.
Dilihat dari
kepadatan penduduknya, dengan luas
42,25 km2, maka kepadatan rata-rata penduduknya sebesar
6.491 jiwaper kilometer persegi. Kecamatan Pekalongan
Utara yang mempunyai wilayah
paling luas, ternyata tingkat
kepadatannya berbanding terbalik dengan
luas wilayahnya, yaitu mempunyai
tingkat kepadatan terendah, sebesar 5.284
jiwa per kilometer persegi. Sedangkan Kecamatan Pekalongan Barat
merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi
di Kota Pekalongan, yaitu
9.160 jiwa per kilometer persegi.
Tingkat partisipasi
angkatan kerja (TPAK) di
Kota Pekalongan sebesar 69,32
persen, hal ini menunjukkan rasio
jumlah angkatan kerja dibandingkan
dengan jumlah total penduduk
berusia kerja (15 tahun
ke atas), sedangkan
sisanya 30,68 persen adalah Bukan Angkatan Kerja,
yaitu rasio penduduk berusia
kerja yang bukan termasuk angkatan
kerja dibandingkan dengan jumlah
total penduduk berusia kerja.
Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)
di Kota Pekalongan
cukup tinggi, hal ini
dapat dilihat pada persentase penduduk yang termasuk angkatan kerja
yang bekerja yang mencapai
96,07 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) sebesar 3,93 persen, artinya adalah pada
setiap 100 orang
yang termasuk angkatan kerja,
maka ada 4 orang
yang benar-benar menganggur.
Persentase jumlah
penduduk yang bekerja bila
dibandingkan jumlah seluruh penduduk
di Kota Pekalongan cenderung
bertambah dalam 3 tahun
terakhir ini, terakhir adalah 65,56
persen pada tahun 2014. Upah minimum
kota (UMK) Kota Pekalongan tahun
2014 tercatat sebesar Rp 1.165.000
per bulan yang merupakan
kesepakatan Tri partit, yaitu Pekerja,
Pengusaha dan Pemerintah.
Berdasarkan pilihan
bekerja,sektor Jasa-jasa (S)
masih mendominasi yaitu 52,03
persen, sektor Manufaktur (M)
43,32 persen, dan paling
sedikit adalah di
sektor Pertanian (A) sebanyak
4,65 persen.Sektor Agriculture
(A) terdiri dari sektor
Pertanian dan sektor Pertambangan &
penggalian. Sektor Manufacture
(M) terdiri dari
sektor:Industri, Listrik gas
dan air, danKonstruksi
atau bangunan. Sektor Services (S)
terdiri dari sektor:Perdagangan, Angkutan
&komunikasi, Keuangan, dan Jasa.
Tingkat pendidikan
penduduk berusia kerja yang
bekerja, hanya 8,32 persen
yang berpendidikan diploma atau
universitas. Sedangkan yang paling
banyak adalah yang berpendidikan ≤ SD sebanyak 45,95 persen.
Untuk itu perlu
keinginan dan tindakan yang
kuat dari Pemerintah dan
masyarakat untuk memperbaiki
tingkat pendidikan ini.
Tingkat partisipasi
sekolah di suatu wilayah adalah
salah satu gambaran kemajuan
penduduknya, dan sarana prasarana
pendidikan akan dapat mendorong
tingkat partisipasi
tersebut. Pada tahun ajaran
2014/2015 di Kota Pekalongan, seorang
guru pada jenjang pendidikan
SD rata-rata mengajar 14
murid, jenjang SLTP mengajar
17 murid dan
jenjang SLTA mengajar 12 murid.
Daya tampung
satu ruang kelas terhadap
banyaknya murid haruslah
seimbang, agar daya serap murid terhadap
materi pelajaran tetap baik. Di Kota Pekalongan pada tahun 2014, daya tampung rata-rata setiap sekolah,
untuk jenjang pendidikan SD
mencapai 167 murid, jenjang pendidikan SLTP 459
murid,dan jenjang SLTA 525 murid.
Rata-rata lama
sekolah (Mean Years Schooling/MYS) penduduk Kota
Pekalongan pada 3
tahun terakhir mengalami perbaikan namun lambat.
MYS pada tahun 2012
sebesar 7,80 menjadi
8,12pada tahun 2014
atau berarti ratarata
pendidikan penduduk hanya setingkat kelas 2 SLTP.
Untuk ijazah yang paling banyak
dimiliki penduduk adalah ijazah
SD, yaitu sebanyak 32,97
persen dari seluruh penduduk yang memiliki ijazah.
Angka partisipasi
murni (APM) merupakan proporsi
seluruh anak berusia sekolah
yang sekolah dibandingkan dengan
seluruh anak yang berusia
sekolah. Pada tahun 2014,
APM SD sebesar
94,06 persen. Hal ini
berarti ada 94 anak
berusia 7–12 tahun yang bersekolah SD.
APM SLTP sebesar
76,84 persen, yang berarti
kira-kira 76 anak usia
13–15 tahun masih bersekolah SLTP. Sedangkan APM SLTA
adalah 45,87 persen,
yang menunjukkan ada 45
anak usia 16–18 masih sekolah SLTA.Angka APM
untuk jenjang pendidikan yang
makin tinggi namun makin kecil
ini menunjukkan bahwa makin
sedikit penduduk yang berminat
untuk meningkatkan pendidikannya.
Angka partisipasi
murni (APM) di Kota
Pekalongan tahun 2014, menurut jenis kelamin, menunjukkan bahwa
APM mulai tingkat pendidikan SD, SLTP hingga
SLTA, secara umum laki-laki
lebih sedikit dibandingkan dengan
perempuan.
Secara umum
pada tahun 2014, pelayanan
kesehatan oleh pemangku kepentingan
di bidang kesehatan sangat
beragam, terutama kuantitas pelayan kesehatan itu
sendiri dalam rangka membantu meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Rasio antara
jumlah dokter dengan jumlah
penduduk yang ada saat
ini adalah 1:2.143,
artinya setiap dokter rata-rata
harus melayani 2.143 orang.Untuk
kelahiran yang dilakukan oleh bidan
mencapai 78,37 persen, dan yang kelahirannya ditolong oleh dokter mencapai
20,29 persen.Namun angka
Neonatal atau angka kematian bayi
masih mencapai 61dari
1.000 kelahiran, hal
ini masih perlu mendapat
perhatian serius dari Pemerintah
dalam melayani kesehatan
penduduk.
Angka harapan hidup
penduduk Kota Pekalongan saat
ini adalah 74,09 tahun,
ada peningkatan namun relatif
sedikit dari tahun sebelumnya. Peningkatan
yang sedikit ini dapat
diartikan adanya peningkatan pelayanan
kesehatan penduduk oleh Pemerintah namun belum optimal.
Penduduk miskin
adalah penduduk yang memiliki pengeluaran per
kapita per bulan dibawah
garis kemiskinan. Di
Kota Pekalongan, pada tahun
2012, garis kemiskinan sebesar
Rp 294.586,-dan tahun
2013 meningkat menjadi Rp
322.313,- Persentase penduduk miskin tahun
2012 sebesar 9,47 persen
berkurang pada tahun
2013 menjadi 8,26 persen.
Demikian juga secara absolut,
pada tahun 2012 jumlah
penduduk miskin mencapai27.271 jiwa
dan pada tahun
2013 berkurang menjadi 24.025 jiwa.
Menurunnya jumlah
penduduk miskin ini bila
dihubungkan dengan TPT yang
sebesar 5,28 persen, maka
dapat diartikan bahwa
hanya ada 5 orang
yang menganggur dari 100
orang angkatan kerja,
sehingga mendukung
pendapatan per kapita yang
cukup baik yang
hal ini akan dapat
mendorong peningkatan pengeluaran
per kapita penduduk.